SiPen News

6/recent/ticker-posts

Materi Tembang Macapat Penjelasan, Jenis, dan Contohnya

Daftar Isi [Tampil]

    Materi Tembang Macapat Penjelasan, Jenis, dan Contohnya

    Pengertian Tembang Macapat

    Tembang macapat adalah puisi tradisional jawa yang setiap bait mempunyai gatra atau baris kalimat dengan jumlah suku kata tertentu dengan memiliki akhiran bunyi sajak disebut guru lagu. Filosofinya menggambarkan tentang seorang manusia dari lahir, mulai belajar di masa kanak-kanak, saat dewasa, hingga akhirnya meninggal dunia.

    Biasanya macapat diartikan sebagai maca papat – papat (membaca empat – empat) maksud disini adalah cara membaca tiap empat suku kata. Tapi ada pendapat lain yang mengatakan kata pat yang merujuk pada tanda diatris (sandhangan) aksara jawa yang relevan dalam penembangan tembang macapat.

    Dan ada lagi yang menfasirkan bahwa lata macapat merupakan kata yang berasal dari frasa macapat-lagu yang memiliki arti “Melagukan Nada Ke Empat”.

    Tembang macapat cilik diciptakan oleh Sunan Bonang dan kemudian diturunkan kepada semua para wali. Dan tembang tengahan yang diciptakan oleh Resi Wiratmaka yang menjadi pandita istana Janggala kemudian disempurnakan oleh pangeran Panji Inokarpati bersama dengan saudaranya.

    Sejarah Tembang Macapat

    Macapat diperkirakan muncul pada akhir masa Majapahit dan dimulainya pengaruh dari Walisanga. Bisa dikatakan ini untuk situasi di Jawa tengah, sebab di Jawa timur dan Bali macapat sudah dikenal sebelumnya, bahkan sebelum datangnya islam.

    Sebagai contohnya yaitu sebuah teks dari Bali atau Jawa timur yang dikenal dengan judul Kidung Ranggalawe disebutkan telah selesai ditulis pada tahun 1334 Masehi. Di sisi lain tarikh ini disangsikan karena karya tersebut hanya dikenal versinya yang lebih mutakhir dan sari semua naskahnya yang memuat teks yang berasal dari Bali.

    Mengenai usia macapat, terdapat dua pendapat yang berbeda terutama yang ada hubungannya dengan Kakawin atau puisi tradisional Jawa Kuna, mana yang lebih tua.  Prijohoetomo berpendapat bahwa macapat adalah turunan Kakawin dengan tembang Gedhe (besar) sebagai perantara.

    Pendapat tersebut disangkal oleh Poerbatjaraka dan Zoetmulder. Menurut keduanya macapat ini sebagai metrum puisi asli Jawa yang lebih tua usianya daripada Kakawin. Karena itu macapat baru muncul setelah pengaruh India semakin memudar.

    Pengertian Guru Gatra, Guru Lagu, dan Guru Bilangan

    •    Guru Gatra merupakan banyaknya jumlah larik (baris) dalam satu bait.

         Contoh: Guru gatra tembang pocung adalah 4 


    •    Guru Lagu merupakan persamaan bunyi sajak di akhir kata dalam setiap larik (baris).

         Contoh: Guru lagu larik tembang macapat adalah a

    •    Guru Wilangan merupakan banyaknya jumlah wanda (suku kata) dalam setiap larik (baris).

         Contoh: Guru wilangan larik tembang macapat adalah 12

    Untuk mempermudah membedakan guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan dari tembang-tembang atau lagu macapat tadi, maka bisa dibuat tabel seperti berikut :



    Jenis Tembang Macapat beserta penjelasannya serta dilengkapi dengan Guru Gatra, Guru Lagu, dan Guru Bilangan


    1.    Tembang Pocung (Pucung)

    Kata pocung (pucung) berasal dari kata ‘pocong’ yang menggambarkan ketika seseorang sudah meninggal yang dikafani atau dipocong sebelum dikuburkan. Filosofi dari tembang pocung menunjukkan tentang sebuah ritual saat melepaskan kepergian seseorang.

    Dari segi pandang lain ada yang menafsirkan pucung merupakan biji kepayang (pengium edule). Di dalam  Serat Purwaukara, pucung memiliki arti kudhuping gegodhongan (kuncup dedaunan) yang biasanya tampak segar.

    Ucapan cung dalam kata pucung cenderung mengarah pada hal-hal yang lucu sifatnya, yang dapat menimbulkan kesegaran, misalnya kucung dan kacung. Biasanya tembang pucung digunakan untuk menceritakan lelucon dan berbagai nasehat. Pucung menceritakan tentang kebebasan dan tindakan sesuka hati, sehingga pucung berwatak atau biasa digunakan dalam suasana santai.

    Contoh tembang pocung :

    Ngelmu iku kalakone kanthi laku,

    Lekase lawan kas,

    Tegese kas nyantosani,

    Setya budya pangekese dur angkara.

    Artinya:

    Ilmu itu dijalani dengan penuh perbuatan,

    Dimulai dari kemauan,

    Maksudnya kemauan yang menguatkan,

    Ketulusan budi pekerti merupakan penakluk kejahatan.

    Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang pucung.

    1. Guru gatra = 4

    Artinya tembang Pocung ini memiliki 4 larik kalimat.

    2. Guru wilangan = 12, 6, 8, 12

    Maksudnya setiap kalimat harus mempunyai suku kata seperti di atas. Kalimat pertama berjumlah 12 suku kata. Kalimat kedua berjumlah 6 suku kata. Kalimat ketiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat keempat berjumlah 12 suku kata.

    3. Guru lagu = u, a, i, a

    Maksudnya adalah akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal u, a, i, a.

    2.   Tembang Maskumambang

    Tembang Maskumambang menceritakan sebuah filosofi hidup manusia dari mulainya manusia diciptakan. Sosok manusia yang masih berupa embrio di dalam kandungan, yang masih belum diketahui jati dirinya, serta belum diketahui apakah dia laki-laki atau perempuan.

    Dari segi pandangan lain Maskumambang berasal dari kata ‘mas’ dan ‘kumambang’. Asal kata ‘mas’ berasal dari kata Premas yang berarti Punggawa dalam upacara Shaministis.

    Kata ‘kumambang’ berasal dari kata kambang dengan sisipan -um. Kambang sendiri asalnya dari kata ambang yang berarti terapung. Kambang juga berarti Kamwang yang berarti kembang.

    Ambang berkaitannya dengan Ambangse yang berarti menembang. Dengan demikian Maskumambang dapat diartikan punggawa yang melakukan upacara Shamanistis, mengucap mantra atau lafal dengan menembang disertai sajian bunga.

    Di dalam Serat Purwaukara, Maskumambang berarti Ulam Toya yang berati ikan air tawar, sehingga terkadang diisyaratkan dengan lukisan atau ikan berenang.

    Watak Maskumambang yaitu meiliki gambaran perasaan sedih atau kedukaan, dan juga suasana hati yang sedang dalam keadaan nelangsa.

    kemudian untuk contoh dari jenis tembang macapat maskumambang ini ialah seperti yang ada dibawah ini:

    Apan kaya mangkono watekkaneki,

    Sanadyan wong tuwa,

    Sing duwe watek kang becik,

    Miwah tindak kang prayoga

    Tembang macapat maskumambang diatas mempunyai makna sebagai berikut:

    Mempunyai sifat atau watak yang seperti itu,

    Walau dia adalah orang tua,

    Namun memiliki sifat atau perilaku yang tidaklah baik,

    Serta perbuatan yang tidaklah pantas.

    Tembang Maskumambang di atas menceritakan tentang hidup seseorang yang tidak mematuhi nasehat orang tua, maka dia akan hidup sengsara dan menderita di dunia dan akhirat.

    Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang maskumambang.

    1. Guru gatra = 4

    Artinya tembang maskumambang ini memiliki 4 larik atau baris kalimat.

    2. Guru wilangan = 12, 6, 8, 8

    Kalimat pertama berjumlah 12 suku kata. Kalimat kedua berjumlah 6 suku kata. Kalimat ketiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat keempat berjumlah 8 suku kata.

    3. Guru lagu = i, a, i, o

    Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal i, a, i, o.

    3.    Tembang Megatruh

    Kata Megatruh berasal dari kata ‘megat’ dan ‘roh’, artinya putusnya roh atau telah terlepasnya roh dari tubuh. Filosofi yang terkandung di Megatruh adalah tentang perjalanan kehidupan manusia yang telah selesai di dunia.

    Dari segi pandang lain Megatruh berasal dari awalan -am, pegat dan ruh. Dalam serat Purwaukara, Megatruh memiliki arti mbucal kan sarwa ala (membuang apa-apa yang sifatnya jelek).

    Kata pegat ada hubungannya dengan peget yang berarti istana, tempat tinggal. Pameget atau pemegat berarti jabatan. Samgat atau samget berarti jabatan ahli atau guru agama. Dapat disimpulkan Megatruh mempunyai arti petugas yang ahli dalam kerohanian yang selalu menghindari perbuatan jahat.

    Watak tembang Megatruh yaitu tentang kesedihan dan kedukaan. Biasanya menceritakan mengenai kehilangan harapan dan rasa putus asa.

    Contoh tembang megatruh :

    Hawya mutus ngudiya ronging budyayu,

    Margane suka basuki,

    Dimen luwar ing kinayun,

    Kalising pandadi sisip,

    Ingkang taberi prihatos.

    Artinya:

    Jangan berhenti untuk berbuat kebaikan,

    Jalan untuk menuju kesenangan serta keselamatan,

    Agar tercapai semua keinginan,

    Terhindarkan dari perbuatan yang tidak-tidak,

    Yang selalu prihatin.

    Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Megatruh .

    1. Guru gatra = 5

    Tembang Megatruh ini memiliki 5 larik atau baris kalimat.

    2. Guru wilangan = 12, 8, 8, 8, 8

    Kalimat pertama berjumlah 12 suku kata. Kalimat kedua berjumlah 8 suku kata. Kalimat ketiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat keempat berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlah 8 suku kata.

    3. Guru lagu = u, i, u, i, o

    Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal u, i, u, i, o.

    4.    Tembang Gambuh

    Kata Gambuh memiliki arti menyambungkan. Filosofi tembang Gambuh ini menceritakan mengenai perjalanan hidup dari seseorang yang telah bertemu  dengan pasangan hidupnya yang cocok. Keduanya dipertemukan untuk menjalin ikatan yang lebih sakral yaitu dengan pernikahan. Sehingga keduanya akan memiliki kehidupan yang langgeng.

    Dari segi pandang lain Gambuh berarti roggeng tahu, terbiasa, dan nama tumbuhan. Berkaitan dengan hal ini, tembang Gambuh memiliki watak atau biasa digunakan dalam suasana yang sudah pasti atau tidak ragu-ragu, maknanya kesiapan pergerakan maju menuju medan yang sebenarnya.

    Watak Gambuh juga menggambarkan tentang keramahtamahan dan tentang persahabatan. Tembang Gambuh biasanya juga digunakan untuk menyampaikan cerita-cerita kehidupan.

    Contoh tembang macapat gambuh :

    Ilang Kasopanipun,

    Ora bayu weyane ngalumpuk,

    Sakciptane wardaya kang bebayani,

    Ubayane ora payu,

    Amung ketaman pakewuh.

    Artinya:

    Hilang Kesopananya,

    Tidak mempunyai kekuatan serta lemah,

    Hal yang dilakukan selalu berbahaya,

    Sumpah serta janji yang hanya di mulut,

    Ujungnya hanya akan bertemu sesuatu yang tidak membuat hati senang.

    Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Gambuh .

    1. Guru gatra = 5

    Tembang Gambuh memiliki 5 larik atau baris kalimat.

    2. Guru wilangan = 7, 10, 12, 8, 8

    Kalimat pertama berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah 12 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata.

    3. Guru lagu = u, u, i, u, o

    Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal u, u, i, u, o.

    5.    Tembang Mijil

    Tembang Mijil memiliki filosofi yang melambangkan bentuk sebuah biji atau benih yang lahir di dunia. Mijil menjadi lambang dari awal mula dari perjalanan seorang anak manusia di dunia fana ini, dia begitu suci dan lemah  sehingga masih membutuhkan perlindungan.

    Dari segi pandang lain Mijil berarti keluar. Selain itu berhubungan juga dengan wijil yang mempunyai arti sama dengan lawang atau pintu. Lawang juga berarti nama sejenis tumbuh-tumbuhan yang wangi bunganya.

    Watak tembang Mijil yaitu menggambarkan keterbukaan yang pas untuk mengeluarkan nasehat, cerita-cerita dan juga asmara.

    Contoh tembang mijil :

    Madya ratri kentarnya mangikis,
    Sira Sang lir sinom,
    Saking taman miyos katekane,
    Datan ing nggon cethine udani,
    Lampahe lestari,
    Wus midak marga Gung.

    Artinya:

    Pada tengah malah adalah suasana yang mencekam,
    Dia Lah seorang pemuda,
    Dari taman keluar lewat pintu belakang,
    Tak ada yang menanyakan,
    Berjalan dengan selamat,
    Telah sampai ke jalan besar.

    Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Mijil .

    1. Guru gatra = 6

    Tembang Mijil memiliki 6 larik atau baris kalimat.

    2. Guru wilangan = 10, 6, 10, 10, 6, 6

    Kalimat pertama berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 6 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 6 suku kata. Kalimat ke enam 6 suku kata.

    3. Guru lagu = i, o, e, i, i, o

    Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal i, o, e, i, i, o.

    6.    Tembang Kinanthi

    Kinanthi berasal dari kata ‘kanthi’ yang berarti menggandeng atau menuntun. Tembang Kinanthi memiliki filosofi hidup yang mengisahkan kehidupan seorang anak yang masih membutuhkan tuntunan agar bisa berjalan dengan baik di dunia ini.

    Seorang anak tidak hanya membutuhkan tuntutan untuk belajar berjalan, tetapi tuntunan secara penuh. Tuntunan itu meliputi tuntunan dalam berbagai norma dan adat yang berlaku agar dapat dipatuhi dan dijalankan pada kehidupan dengan baik.

    Watak tembang Kinathi yaitu menggambarkan perasaan senang, teladan yang baik, nasehat serta kasih sayang. Tembang Kinanthi digunakan untuk menyampaikan suatu cerita atau kisah yang berisi nasehat yang baik serta tentang kasih sayang.

    Contoh tembang kinanthi :

    Kinanthi panglipur wuyung

    Rerenggane prawan sunthi

    Mboten pasah doyan nginang

    Tapih pinjung tur mantesi

    Mendah gene kang dewasa

    Lemah langit gonjang ganjing

    Artinya:

    Bersamaan dengan penghibur asmara

    Hiasannya perawan muda

    Tidak biasa makan kinang

    Memakai kain panjang serta pantas

    Apalagi nanti jika dewasa

    Tanah langit akan bergerak.

    Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Kinanthi .

    1. Guru gatra = 6

    Tembang Kinanthi memiliki 6 larik atau baris kalimat.

    2. Guru wilangan = 8, 8, 8, 8, 8, 8,

    Kalimat pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata. Kalimat ke enam 8 suku kata.

    3. Guru lagu = u, i, a, i, a, i

    Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal u, i, a, i, a, i

    7.    Tembang Asmarandana

    Tembang Asmarandana berasal dari kata ‘asmara’ yang berarti cinta kasih. Filosofi tembang Asmarandana adalah mengenai perjalanan hidup manusia yang sudah waktunya untuk memadu cinta kasih dengan pasangan hidup.

    Dari segi pandang lain Asmaradana berasal dari kata asmara dan dhana. Asmara merupakan nama dewa percintaan. Dhana berasal dari kata dahana yang berarti api.

    Asmaradana berkaitan dengan kajidian hangusnya dewa Asmara yang disebabkan oleh sorot mata ketiga dewa Siwa seperti yang dituliskan dalam Kakawin Smaradhana karya Mpu Darmaja. Dalam Serat Purwaukara Smaradhana diberi arti remen ing paweweh, berarti suka memberi.

    Watak Asmarandana yaitu menggambarkan cinta kasih, asmara dan juga rasa pilu atau rasa sedih.

    Contoh tembang macapat asmarandana :

    Kidung kedresaning kapti,

    Yayah nglamong ora mangsa,

    Hingan silarja asline,

    Satata samaptaptinya,

    Ngadep rakiting ruksa,

    Kuat tumaneming siku,

    Narimo sakeh kasrakat.

    Artinya:

    Nyanyian keseriusan hati,

    Seolah melaju tanpa kenal waktu,

    Sampai keselamatan yang paling hakiki,

    Selalu siap hatinya,

    Melawan rangkaian gangguan,

    Kuat Mengatasi kemarahan,

    Menerima segala penderitaan.

    Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Asmarandana .

    1. Guru gatra = 7

    Tembang Asmarandana memiliki 7 larik atau baris kalimat.

    2. Guru wilangan = 8, 8, 8, 7, 8, 8, 8

    Kalimat pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata. Kalimat ke enam berjumlah 8 suku kata, Kalimat ke tujuh berjumlah 8 suku kata.

    3. Guru lagu = i, a, e, a, a, u, a

    Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal i, a, e, a, a, u, a.

    8.    Tembang Durma

    Durma memiliki arti pemberian. Tembang Durma mengandung filosofi tentang kehidupan yang suatu saat dapat mengalami duka, selisih dan juga kekurangan akan sesuatu.

    Tembang Durma mengajarkan agar dalam hidup ini manusia dapat saling memberi dan melengkapi satu sama lain sehingga kehidupan bisa seimbang. Saling tolong menolong kepada siapa saja dengan hati yang ikhlas adalah nilai kehidupan yang harus selalu dijaga.

    Dari segi lain Durma berasal dari kata Jawa klasik yang memiliki arti harimau. Dengan begitu Durma memiliki watak atau biasa digunakan dalam suasana seram. Dapat dikatakan tembang Durma seperti lagu yang digunakan di saat akan maju perang.

    Dapat disimpulkan tembang Durma juga memilki watak yang tegas, keras dan penuh dengan amarah yang bergejolak.

    Contoh tembang macapat durma :

    Mundur sing dadi tata krama
    Dur kuwi duratmoko duroko dursila
    Dur kuwi durmogati dursosono duryudono
    Dur udur tan bisa nimbang rasa
    Dur udur paribasan pari kena
    Artine nglaras rasa jroning durma
    Sinom dhandanggula ing sinedya
    Lali purwaduksina kelon asmaradana
    Lali wangsiting ibu lan rama
    Mangkono werdine gambuh durma
    Amelet wong enom ing ngarcapada
    Pan mangkono
    Jarwane paribasan parikena

    Artinya:

    Mundur menjauh dari etika
    Dur, itu maling, penjahat tak beretika
    Dur, seperti Durmogati, dursasana, Duryudana
    Dur, yang bisa untuk menimbang perasaan
    Dur, memiliki pribahasa
    Yang berarti
    Sinom dhandanggula di senadya
    Lupa perasaan karena dimabuk cinta
    Lupa dengan ibu dan ayah
    Dengan itu bisa mencelakakan
    Orang orang muda yang bersahabat
    Dengan seperti itu
    Kata dari suatu pepatah

    Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Durma .

    1. Guru gatra = 7

    Tembang Durma memiliki 7 larik atau baris kalimat.

    2. Guru wilangan = 12, 7, 6, 7, 8, 5, 7

    Kalimat pertama berjumlah 12 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah 6 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata. Kalimat ke enam berjumlah 5 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 7 suku kata.

    3. Guru lagu = a, i, a, a, i, a, i

    Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal a, i, a, a, i, a, i.

    9.    Tembang Pangkur

    Pangkur berasal dari kata ‘mungkur’ yang memiliki arti pergi atau meninggalkan. Tembang Pangkur memiliki filosofi yang menggambarkan kehidupan yang seharusnya dapat menjauhi berbagai hawa nafsu dan angkara murka.

    Di saat mendapati sesuatu yang buruk hendaknya pergi menjauhi dan meninggalkan yang buruk tersebut. Tembang Pangkur menceritakan tentang seseorang yang sudah siap untuk meninggalkan segala sesuatu yang bersifat keduniawian dan mencoba mendekatkan diri kepada Tuhan.

    Dari segi pandang lain, Pangkur berasal dari kata punggawa dalam kalangan kependetaan seperti tercantum di dalam piagam-piagam bahasa Jawa kuno.

    Dalam Serat Purwaukara, Pangkur memiliki arti buntut atau ekor. Karena itu Pangkur terkadang diberi sasmita atau isyarat tut pungkur yang berarti mengekor, tut wuri dan tut wuntat yang berarti mengikuti.

    Watak tembang Pangkur menggambarkan karakter yang gagah, kuat, perkasa dan hati yang besar. Tembang Pangkur cocok digunakan untuk mengisahkan kisah kepahlawanan, perjuangan serta peperangan.

    Contoh tembang macapat pangkur :

    Bayu ingkang kaping tiga,

    Kuwera kang sekawanipun nenggih,

    Baruna kalimanipun,

    Yama Candra lan Brama,

    Jangkep wolu den pasthi mangka ing prabu,

    Anggenira ngastha brata, sayekti ing narapati.

    Artinya:

    Yang ketiga mrupakan Bayu,

    Yang keempat ialah Kuwera,

    Yang kelima ialah Baruna,

    Yang keenam Yama ketujuh Candra kedelapan Brama,

    Genap delapan itu pasti sang Prabu,

    Yang dilakukannya tapa brata, benar-benar menjadikan seorang raja.

    Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Pangkur .

    1. Guru gatra = 7

    Tembang Pangkur memiliki 7 larik atau baris kalimat.

    2. Guru wilangan = 8, 11, 8, 7, 8, 5, 7

    Kalimat pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 11 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 8 suku kata. Kalimat ke enam berjumlah 5 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 7 suku kata.

    3. Guru lagu = a, i, u, a, i, a, i

    Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal a, i, u, a, i, a, i.

    10.    Tembang Sinom

    Kata Sinom memiliki arti pucuk yang baru tumbuh dan bersemi. Filosofi tembang Sinom menggambarkan seorang manusia yang mulai beranjak dewasa dan telah menjadi pemuda atau remaja yang mulai tumbuh.

    Di saat menjadi remaja, tugas mereka adalah menuntut ilmu sebaik mungkin dan setinggi-tingginya agar bisa menjadi bekal kehidupan yang lebih baik kelak.

    Dari segi pandang lain Sinom ada hubungannya dengan kata sinoman, yang memiliki arti perkumpulan para pemuda untuk membantu orang yang sedang punya hajat.

    Ada juga yang berpendapat lain yang menyatakan bahwa sinom berkaitan dengan upacara bagi anak-anak muda zaman dulu. Bahkan sinom juga dapat merujuk pada daun pepohonan yang masih muda (kuncup), sehingga terkadang diberi isyarat dengan menggunakan lukisan daun muda. Di dalam Serat Purwaukara, Sinom berarti seskaring rambut yang memiliki arti anak rambut.

    Contoh tembang sinom :

    Dasar karoban pawarta

    Bebaratan udan lamis

    Pinudya dadya pangarsa

    Wekasan malah kawuri

    Yen pamikir sayekti

    Mundhak napa aneng ngayun

    Andhedher kaluputan

    Sasiraman banyu lali

    Lamun tuwuh dados makembanging beka.

    Artinya:

    Berdasarkan cuma mendengar berita

    Ibaratnya cuma kabar dimulut saja

    Akan diposisikan sebagai pejabat

    Yang akhirnya tertipu

    Jika dipikir Benar benar

    Apa gunanya menjadi seorang pemimpin

    Cuma akan membuat kesalahan

    Disiram dengan hati yang lupa diri

    Hanya menjadi buah bibir saja.

    Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Sinom .

    1. Guru gatra = 9

    Tembang Sinom memiliki 9 larik atau baris kalimat.

    2. Guru wilangan = 8, 8, 8, 8, 7, 8, 7, 8, 12

    Kalimat pertama berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 7 suku kata. Kalimat ke enam berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke delapan berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke sembilan berjumlah 12 suku kata.

    3. Guru lagu = a, i, a, i, i, u, a, i, a

    Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal a, i, a, i, i, u, a, i, a.

    11.   Tembang Dhandhanggula

    Kata Dhandhanggula berasal dari kata ‘dandang’ dan ‘gula’ yang berarti sesuatu yang manis. Filosofi tembang Dhandhanggula menggambarkan tentang kehidupan pasangan baru yang sedang berbahagia karena telah berhasil mendapatkan apa yang dicita-citakan.

    Kehidupan manis merupakan suatu yang dirasakan bersama keluraga yang terasa begitu membahagiakan.
    Dari segi pandang lain Dhandhanggula diambil dari nama raja Kediri yaitu Prabu Dhandhanggendis yang terkenal setelah Prabu Jayabaya. Dalam Serat Purwaukara, Dhandhanggula berarti ngajeng-ajeng kasaean yang memiliki arti menanti-nantikan kebaikan.

    Watak tembang Dhandhanggula yaitu menggambarkan  sifat yang lebih universal atau luwes dan merasuk ke dalam hati. Tembang Dhandhanggula dapat digunakan untuk menuturkan kisah dalam berbagai hal dan kondisi apa pun.

    Contoh tembang macapat dhandhanggula :

    Yogyanira ing para prajurit

    Lamun saget samiyo anuladha

    Duk kang nguni caritane

    Andelira sang Prabu

    Sasrabau kang Maespati

    Asma Patih Suwanda

    Lelabuhanipun

    Sing ginelung tri prakara

    Guna kaya gelen ingkang den antepi

    Nuhoni trah utama

     

    Artinya:

    Sepatutnya para prajurit

    Mustinya dapat mencontoh

    Seperti kisah jaman dulu

    Kepercayaan Si Prabu

    Sasrabau di Maespati

    Memiliki nama Patih Suwondo

    Lelabuhannya

    Yang dibingkai tiga perkara

    Berguna seperti akan dipegang teguh

    Mencontoh keluarga utama.

    Berikut penjelasan mengenai aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan dari tembang Dhandhanggula .

    1. Guru gatra = 10

    Tembang Dhandhanggula memiliki 10 larik atau baris kalimat.

    2. Guru wilangan = 10, 10, 8, 7, 9, 7, 6, 8, 12, 7

    Kalimat pertama berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke dua berjumlah 10 suku kata. Kalimat ke tiga berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke empat berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke lima berjumlaj 9 suku kata. Kalimat ke enam berjumlah 7 suku kata. Kalimat ke tujuh berjumlah 6 suku kata. Kalimat ke delapan berjumlah 8 suku kata. Kalimat ke sembilan berjumlah 12 suku kata. Kalimat ke sepuluh berjumlah 7 suku kata.

    3. Guru lagu = i, a, e, u, i, a, u, a, i, a

    Akhir suku kata dari setiap kalimatnya harus bervokal i, a, e, u, i, a, u, a, i, a.

    Berikut Contoh Tembang Macapat Pocung


    (Sumber: wikipedia.id, kampoengilmu.com, pintarnesia.com) 


    Posting Komentar

    0 Komentar